Cari Opini Tentang

Rabu, 29 Juli 2015

Turki dan Kurdi : Cerita yang Panjang

Turki dan Kurdi : Cerita yang Panjang

Trias Kuncahyono ;  Wartawan Senior Kompas
                                                           KOMPAS, 29 Juli 2015          

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Turki dan Kurdi adalah cerita yang panjang. Barangkali cerita itu sepanjang Sungai Efrat yang bermata air di wilayah Turki dan bermuara di Shatt al-Arab, Teluk Parsi. Panjang sungai yang melintasi Turki, Suriah, dan Irak itu 2.800 kilometer. Bengawan Solo, yang mengalir sampai jauh, membentang lebih kurang sepanjang 600 kilometer melintasi sejumlah kabupaten di Pulau Jawa ini.

Sejarah menceritakan, Kurdi merupakan suku tua yang berasal dari hulu Mesopotamia ribuan tahun yang lalu. Sebutan Kurdi baru muncul abad ke-7. Wilayah persebaran suku Kurdi membentang seluas 640.000 km2 mulai dari Gunung Zagrov di Iran, Irak, Suriah, sampai ke timur Turki dan sejumlah lainnya yang berimigrasi ke Eropa. Jumlah mereka sekarang diperkirakan 40 juta jiwa. Karena itu, sering disebut sebagai bangsa tak bernegara terbesar di dunia.

Dari suku inilah muncul nama Saladin atau nama lengkapnya ketika menjadi sultan di Damaskus, Sultan Salah al-Din Yusuf ibn Ayyub (1137-1193). Dialah sultan besar pendiri Dinasti Ayyubiyah di Mesir. Dialah pahlawan akbar Islam yang pernah menaklukkan Jerusalem (2 Oktober 1187), menguasai Mesir, Suriah, Yaman, dan Palestina. Saladin dilahirkan dari keluarga Kurdi di Tikrit, Mesopotamia (1138).

Liga Bangsa-Bangsa pada tahun 1920, dalam hal ini Inggris, bermaksud memberi kemerdekaan kepada orang Armenia dan Kurdi. Pemerintah Ottoman di Konstantinopel sudah menandatangani Perjanjian Sevres mengenai pembentukan Kurdistan, tanah air orang Kurdi, tetapi perjanjian itu tidak pernah diratifikasi. Pada tahun 1923, Perjanjian Serves dibatalkan dan digantikan Perjanjian Lusanne, tetapi tidak disebutkan masalah Kurdi.

Cita-cita untuk mendirikan negara sendiri tidak pernah kesampaian. Orang-orang Kurdi di Irak baru benar-benar memiliki daerah otonomi setelah Saddam Hussein tumbang. Saudara-saudara mereka yang di Turki tetap dianggap sebagai pemberontak, terlebih lagi setelah pada tahun 1978, Abdullah Ocalan, salah seorang tokoh Kurdi, membentuk Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang kemudian mengangkat senjata melawan pemerintahan Ankara. Karena itu, Pemerintah Turki, AS, dan Uni Eropa lantas menyebut PKK sebagai kelompok teroris.

Zaman berubah, cerita pun berbeda. Ketika wilayah Irak utara dan Suriah utara diobrak-abrik oleh kelompok yang menyebut dirinya sebagai Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS), kaum Kurdi kembali menjadi cerita. PKK yang diperkirakan berkekuatan 15.000 petarung merupakan pasukan paling kuat di kawasan itu untuk menghadapi NIIS. Barat melihat dan mengakui kenyataan itu.

Namun, Barat-karena PKK tetap dicap sebagai kelompok teroris, meski memerangi NIIS-lebih memilih pasukan Peshmerga, yakni para petarung Kurdi di Irak bagian utara yang berjumlah sekitar 100.000 orang. Meskipun dibandingkan petarung PKK, Peshmarga kalah pengalaman perang dan kurang disiplin serta latihan. Tetapi, sekarang dibantu Barat untuk menghadapi kelompok NIIS.

Itulah sebabnya mengapa Turki sejak beberapa hari lalu menggempur sekaligus NIIS dan PKK. Meskipun sebetulnya PKK di banyak medan mampu memukul NIIS, tetapi tetap dianggap ancaman oleh Turki. Tindakan Turki itu, yang sekarang ditentang rakyatnya malah bisa mendorong lahirnya kerja sama antara NIIS dan PKK meski sekarang mereka bermusuhan. Apabila hal itu terjadi, Ankara akan kesulitan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar